Di antara ayat yang menyebutkan makanan atau hewan
yang diharamkan adalah firman Allah Ta’ala,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ
وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ
“Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.” (QS. Al Maidah: 3)
Dari ayat di atas, kita dapat merinci makanan yang
diharamkan adalah sebagai berikut.
Pertama:
Bangkai (Al Maitah)
Bangkai (al maitah) adalah setiap hewan yang matinya tidak wajar, tanpa
lewat penyembelihan yang syar’i. Contohnya adalah:
·
Al munkhoniqoh: hewan yang mati dalam keadaan tercekik.
·
Al mawquudzah: hewan yang mati karena dipukul dengan tongkat atau
selainnya.
·
Al mutaroddiyah: hewan yang mati karena jatuh dari tempat yang
tinggi.
·
An nathiihah: hewan yang mati karena ditanduk.
·
Hewan yang diterkam binatang buas.
Jika hewan-hewan di atas ini masih didapati dalam
keadaan bernyawa, lalu disembelih dengan cara yang syar’i, maka hewan tersebut
menjadi halal karena Allah Ta’ala berfirman,
إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ
“kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya”
Yang termasuk bangkai adalah segala sesuatu yang
terpotong dari hewan yang masih hidup. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَا قُطِعَ مِنْ الْبَهِيمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ فَهِيَ
مَيْتَةٌ
“Apa yang
dipotong dari binatang dalam keadaan hidup, maka sesuatu tersebut adalah
bangkai.” (HR. Abu Daud no. 2858, At
Tirmidzi no. 1480, Ibnu Majah no. 3216, Ahmad 5/218. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shohihul Jaami’ no. 5652)
Namun ada dua bangkai yang dikecualikan keharamannya, artinya
bangkai tersebut halal yaitu bangkai ikan dan bangkai belalang. Hal ini
berdasarkan hadits Ibnu Umarradhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا
الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ
وَالطِّحَالُ
“Kami
dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan
belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3218. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Kedua: Darah yang mengalir
Pengharaman hal ini berdasarkan Surat Al Maidah ayat 3
di atas. Adapun darah yang jumlahnya sedikit semacam darah yang masih menempel
di urat daging sembelihan dan sulit dibersihkan, maka itu dimaafkan.
Ketiga: Daging babi
Selain pengharamannya dalam surat Al Maidah ayat 3 di
atas, Allah Ta’ala juga berfirman,
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا
عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا
أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ …
“Katakanlah:
“Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi – karena sesungguhnya semua
itu kotor – atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al An’am: 145)
Shidiq Hasan rahimahullah mengatakan, “Yang
diharamkan dari babi adalah seluruh bagian babi. Sedangkan di sini disebutkan
dagingnya saja karena biasanya yang dimakan adalah dagingnya.”
Keempat: Hewan yang disembelih atas nama selain Allah
Dalil pengharamannya selain surat Al Maidah ayat 3 di
atas, Allah Ta’ala juga berfirman,
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ
عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan
janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al An’am: 121)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang muslim untuk
memakan hasil sembelihan orang musyrik, majusi atau orang yang murtad (non ahli
kitab). Sedangkan untuk hasil sembelihan ahli kitab (yaitu Yahudi dan Nashrani)
itu dibolehkan untuk dimakanselama tidak diketahui jika ia
menyebut nama selain Allah. Landasan dari hal ini adalah firman
Allah Ta’ala,
وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ
“Makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu.” (QS. Al Maidah: 5). Yang dimaksud dengan makanan
dalam ayat di sini adalah hasil sembelihan ahli kitab (Yahudi dan Nashrani).
Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id
bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan, Makhul, Ibrohim An Nakhoi, As Sudi, dan
Muqotil bin Hayyan.
Bagaimana dengan hewan yang diimpor dari negara non muslim?
Kami dapat merinci hal ini sebagai berikut:
1. Jika yang diimpor adalah
hewan laut semacam ikan, maka itu halal untuk dimakan. Karena ikan itu
dihalalkan meskipun mati tanpa melalui penyembelihan yang syar’i, terserah yang
menjaring ikan tersebut muslim atau non muslim.
2. Jika yang diimpor adalah
hewan daratan yang halal untuk dimakan (semacam unta, sapi, kambing dan burung)
dan berasal dari negeri selain Ahli Kitab (seperti Majusi dan penyembah
berhala), maka hewan tersebut jadi terlarang untuk dimakan.
3. Jika yang diimpor adalah
hewan yang berasal dari negeri ahli kitab (Yahudi dan Nashrani), maka boleh
dimakan asalkan memenuhi dua syarat: [1] Tidak diketahui jika mereka menyebut
nama selain Allah ketika menyembelih (seperti menyebut salib atau nama Isa bin
Maryam), dan [2] Tidak diketahui mereka mereka menyembelih dengan penyembelihan
yang tidak syar’i.
Kaedah yang mesti diperhatikan dalam masalah hewan
sembelihan: “Segala hewan sesembelihan
yang berasal dari orang yang sah untuk menyembelih (muslim dan ahli kitab),
maka hukum asalnya adalah selamat sampai ada dalil yang menunjukkan bahwa hewan
tersebut terlarang untuk dikonsumsi.”
Penerapan kaedah ini:
1. Jika ada daging sembelihan
yang berasal dari orang yang mengaku muslim, maka kita tidak perlu mencari tahu
apakah hewan ini disembelih dengan cara yang syar’i atau tidak, apakah orang
yang menyembelih tadi melaksanakan shalat atau tidak. Alasannya, karena seorang
muslim adalah orang yang berhak untuk menyembelih hewan tadi. Selama itu datang
darinya, maka kita hukumi halal sampai ada indikasi yang menunjukkan bahwa
hasil sembelihan tersebut haram untuk dimakan -mungkin- karena cara
menyembelihnya jelas-jelas tidak syar’i atau orang yang menyembelih tidak
shalat. Menurut pendapat terkuat, orang yang tidak pernah shalat sama sekali
dihukumi kafir sehingga sembelihannya haram untuk dimakan.
2. Begitu pula jika daging
sembelihan tersebut berasal dari orang Nashrani atau Yahudi (Ahlu Kitab).
Selama itu berasal dari mereka, kita hukumi halal sampai ada indikasi yang
menunjukkan bahwa sembelihan tersebut adalah hasil penyembelihan yang tidak
syar’i, mungkin karena ia jelas-jelas menyebut nama selain Allah ketika menyembelihnya.
Kelima: Hewan yang disembelih untuk selain Allah
Seperti disembelih untuk berhala, qubur, dan orang
yang sudah mati seperti ditujukan pada Said Al Badawi. Hal ini diharamkan
sebagaimana disebutkan dalam surat Al Maidah ayat 3 di atas.
0 comments:
Post a Comment